Penelitian:
Kesadaran
Global Meningkat, Bangunan Ramah Lingkungan Marak
Penataan bangunan hijau dalam tata kota Jakarta, masih jauh panggang dari api saat ini. Foto: Aji Wihardandi
Kajian global membuktikan bahwa meningkatnya pembangunan
bangunan dengan kategori ‘hijau’ merupakan sebuah tolok ukur keberhasilan dalam
mengimpelementasikan regulasi yang ramah lingkungan dan meningkatnya kesadaran
publik terhadap lingkungan dan alam. Pembangunan gedung-gedung raksasa di
kawasan urban yang hemat energi, kini menjamur di berbagai belahan dunia.
Dalam studi yang dikeluarkan oleh McGraw Hill Construction
tahun lalu menunjukkan peningkatan yang pesat ini. Lebih dari 800 lembaga
pembangun gedung di seluruh dunia yang berhasil disurvey di 65 negara sudah
merencanakan untuk membangun lebih dari 60% bangunan hijau dalam proyek-proyek
mereka di tahun 2015. Angka ini mengalami kenaikan sebanyak 28% dari tahun 2012
dan 13% dibandingkan tahun 2009 silam.
Dalam sebuah survey terpisah yang dilakukan oleh firma
Johnson Controls yang dirilis bulan Juni 2013 silam dan dilakukan di 10 negara
menunjukkan bahwa kepedulian secara global terhadap efisiensi energi meningkat
sebanyak 116% sejak tahun 2010.
Jakarta, salah satu kota yang rentan bencana alam tanpa
penataan bangunan yang ramah lingkungan dan hemat energi. Foto: Aji Wihardandi
Dalam sebuah diskusi tentang tren regional dan global
bangunan hijau, Wakil Presiden McGraw Hill, Harvey Bernstein menyatakan bahwa
melonjaknya kesadaran untuk membangun gedung yang ramah lingkungan ini tidak
hanya terpusat di satu kawasan atau negara saja, namun menyebar secara global.
Angka kenaikan gedung yang ramah lingkungan di Afrika Selatan meningkat hingga
tiga kali lipat, naik dua kali lipat di Jerman, Norwegia dan Brasil, serta
tumbuh antara 33 hingga 68% di Amerika Serikat, SIngapura, Inggris Raya, Uni
Emirat Arab dan Australia.
Jika di masa lalu pemicu utama untuk mendirikan gedung yang
ramah lingkungan adalah hanya untuk “melakukan hal yang benar”, seperti dimuat
dalam kajian tahun 2008, namun d tahun 2012 dorongan bisnis atas permintaan
pasar dan klien merupakan alasan kunci untuk membangun gedung-gedung yang ramah
lingkungan. Dengan kata lain, gedung ramah lingkungan kini menjadi sebuah
kebutuhan dalam bisnis.
Tidak hanya di negara-negara maju di belahan dunia Barat,
studi ini juga mengungkap bahwa Benua Asia tidak kalah dalam kenaikan jumlah
gedung yang ramah lingkungan. Singapura adalah salah satu negara di Asia yang
mengalami kenaikan jumlah bangunan hijau paling signifikan. KIni, sekitar 64%
proyek pembangunan di Singapura adalah bangunan hijau, Pemicu utama dari
meningkatnya angka pembangunan gedung yang ramah lingkungan di SIngapura adalah
peran pemerintah yang sangat aktif untuk menciptakan kebijakan yang ketat
terhadap daya dukung lingkungan setempat. Sementara di beberapa negara lain,
pencitraan dan kepentingan humas masih menjadi alasan utama untuk membangun
gedung yang ramah lingkungan.
Namun, meningkatnya pembangunan bangunan hijau ini masih
menyisakan kendala, terutama dari sudut pandang biaya, lemahnya kesadaran
publik dan lemahnya dukungan pemerintah atau kurangnya insentif bagi
pembangunan bangunan ramah lingkungan.
Hal ini disampaikan oleh Wakil Presiden Johnson Controls
yang menyatakan bahwa keterbatasan dana menjadi penyebab pemilik gedung
membangun gedung yang masih belum efisien secara energi. Hal ini terutama
diikuti oleh lamanya jangka waktu kembalinya investasi yang ditanam dan
ketidakjelasan suku bunga perbankan.
Sementara itu, menurut Direktur C40 Sustainable Communities
Initiative bahwa kunci untuk mengatasi hal ini ada di sektor publik dan
pemegang otoritas dalam pemerintahan lokal yang memiliki kekuasaan terhadap
kebijakan. “Walikota dan pemerintah kota memiliki kekuasaan dan harus memiliki
keinginan kuat untuk melawan perubahan iklim,” ungkapnya. Dalam catatannya,
kota-kota yang berhadapan langsung dengan pesisir di dunia ini mencapai 90%,
dan mereka semua beresiko terdampak bencana jika gagal mengatasi hal ini.
Bagaimana dengan di Indonesia sendiri? Di tanah air,
peraturan terkait bangunan hijau ini baru mulai diaplikasikan bulan April 2013
silam oleh Pemerintah DKI Jakarta.
Semua sekolah dan semua lembaga pendidikan dengan luas
10.000 meter persegi atau lebih, semua hotel dan pusat kesehatan dengan luas
lebih dari 20.000 meter persegi, pusat perbelanjaan, kompleks apartemen dan
perkantoran lebih dari 50.000 meter persegi, akan terkena peraturan ini.
Berdasar data dari pemerintah kota, sekitar 200 bangunan mask ke dal am
kriteria ini.
Dalam peraturan baru ini, ada lima kategori yang harus
dipenuhi pemilik gedung untuk memenuhi kriteria ramah lingkungan. Pertama
adalah manajemen bangunan. Untuk bangunan baru penerapan peraturan ini dimulai
sejak masa pembangunan konstruksi, namun bagi bangunan lama penerapan peraturan
ini hanya diberlakukan dalam operasional gedung sehari-hari.
Komponen kedua adalah efisiensi energi, yang fokus menekan
konsumsi energi dengan memaksimalkan penggunaan pencahayaan alami. Ketiga
adalah konservasi air. Semua bangunan harus menerapkan penggunaan air yang
efisien, daur ulang air dan memiliki penyimpan air.
Sumber : Mongabay Indonesia Lingkungan Hidup
No comments:
Post a Comment