FENOMENA BERITA
HOAX
Dalam era globalisasi saat ini, berita-berita
yang bermunculan kerap kali memicu emosi manusia, baik dalam kehidupan
bermasyarakat maupun dalam lingkup perpolitikan, dan lainnya, sehingga
diharapkan berita-berita yang beredar seperti yang lagi ramai dibicarakan saat
ini yaitu berita bohong (HOAX) tidak lagi bermunculan karena sudah banyak
korban yang terjadi akibat berita HOAX tersebut.
Media komunikasi baik media online atau media
cetak selalu berkembang mengikuti perkembangan zaman serta kemajuan teknologi.
Peran media dalam penyebaran suatu berita akan sangat mempengaruhi pola pikir masyarakat
juga dapat mempengaruhi kondisi sosial ekonomi di suatu wilayah, oleh karena
itu sangat penting untuk sebuah media dalam meyebarkan fakta atau kebenaran
dari sebuah berita.
Seiring dengan perkembangan teknologi serta
kemudahan dalam penggunaannya menjadikan media online menjadi media penyebaran
berita yang sangat berpengaruh pada masyarakat saat ini. Penyebaran berita
melalui media online tidak hanya dilakukan oleh media-media komunikasi yang
sudah memiliki nama, namun saat ini semua orang juga dapat berperan dalam
penyebaran suatu informasi. Informasi-informasi yang disebarkan oleh individual
inilah yang lebih sering tidak memiliki pertanggung jawaban atas kebenaran
informasi tersebut berisi mengenai berita hoax.Melihat masyarakat yang mudah
terpengaruh oleh suatu berita tanpa mencari tahu kebenaran akan berita tersebut
dapat menjadi suatu permasalahan.
Saat ini banyak sekali berita-berita hoax yang
sangat mudah kita temukan di media online. Hoax merupakan ketidak benaran suatu
informasi yang beredar di masyarakat, baik melalu sosial media ataupun secara
langsung (lisan). Berbicara mengenai Hoax, di era saat ini, sebagian besar
masyarakat masih banyak yang mempercayai beredarnya berita yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya. Beredarnya berita hoax dapat menggiring
opini masyarakat serta dapat menimbulkan keresahan. Selain itu, berita hoax
juga dapat mengakibatkan mudah tersulutnya emosi masyarakat, dapat merugikan
siapa pun yang menjadi objek pemberitaan tersebut, serta dapat mengakibatkan
konflik berkepanjangan.
Menurut Silverman, berita palsu dibuat
untuk menarik harapan dan ketakutan masyarakat yang tak terbatas kenyataan.
padahal seharusnya kenyataan memberi batas berita mana yang bisa dibagi dan
tidak. Tahun 1940-an, peneliti mengungkap ”semakin rumor itu disebar, maka akan
semakin masuk akal.” Peneliti menyebutkan hasil penelitiannya mengungkap rumor
lahir dari kecurigaan, kemudian terbiasa diketahui, lalu mengubah pemikiran dan
opini publik. Ilusi tentang kebenaran dibuktikan secara empiris pada tahun
1977.
Peneliti di Amerika membuat kuis untuk mahasiswa
tentang benar atau salahnya sebuah pernyataan. Hanya dengan mengulang sebuah
pernyataan, cukup untuk meningkatkan kepercayaan mahasiswa akan kebenarannya.
Setahun lalu, Liza Fazio dan timnya dari Vanderbilt University di Tennessee
mengungkap mahasiswa bisa lebih mempercayai pernyataan jika itu
diulang-ulang.
Meskipun mereka tahu pernyataan tersebut salah.
”Penelitian kami mengungkap meski seseorang tahu bahwa judul beritanya salah,
dengan membacanya berulang-ulang, akan membuatnya tampak benar,” kata Fazio.
Meski begitu, penelitian mengungkap pengetahuan utama seseorang masih menjadi
pertimbangan utama dalam penentuan benar atau salah sebuah pernyataan. Tapi
tren berita bohong yang ditampilkan atau dibaca berulang-ulang, tetap
memperngaruhi opini mereka.[1]
Contoh berita hoax yang menimbulkan keresahan
adalah berita mengenai 10 juta tenaga kerja China masuk Indonesia[2].
Disebutkan dalam berita tersebut Indonesia akan kedatangan tenaga kerja asing
asal China dengan jumlah yang tidak tanggung-tanggung yakni 10 juta orang
bahkan ada yang mengabarkan mencapai 20 juta orang. Hal ini menimbulkan
ketakutan masyarakat dimana lowongan pekerjaan akan semakin berkurang karena
diisi oleh tenaga kerja asing asal China sedangkan di Indonesia sendiri pun
angka pengangguran masih terbilang cukup tinggi.
Informasi ini pun kemudian dikonfirmasi oleh
Presiden Joko Widodo yang membantah isu ini. Menurut Joko Widodo, jumlah tenaga
kerja asing asal China sekitar 21.000. Jumlah ini disebut jauh lebih kecil
dibandingkan jumlah TKI di Hong Kong yang mencapai 153 ribu orang. Presiden
juga menilai isu yang beredar soal TKA ke Indonesia tidak logis sebab upah
bekerja di Indonesia rata-rata masih Rp 1,5 juta sampai Rp 3 juta, sedikit
lebih rendah dibandingkan di China yang bisa diupah hingga di atas Rp 5 juta.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya mengenai
akibat yang ditumbulkan berita hoax salah satunya yaitu mudah tersulutnya emosi
masyarakat. Dampak tersebut nyatanya benar-benar terjadi di masyarakat, dimana
mereka mempercayai isu-isu hoax yang tersebar sehingga menimbulkan kerugian
bagi orang lain yang dianggap sebagai objek dari isu tersebut. Contoh kasusnya
adalah isu penculikan anak yang ramai dibincangkan belakangan ini yang membuat
para orang tua resah. Berdasarkan berita yang dilansir media online viva.co.id,
di Sumenep Madura, reaksi ini muncul dengan aksi pemukulan dan penganiayaan terhadap
tiga pengidap gangguan jiwa. Lantaran karena mempercayai bahwa ciri penculik
anak itu adalah berpura-pura gila atau seperti pengemis, akhirnya para pengidap
gangguan jiwa di daerah itu jadi korban pemukulan. Kasus serupa juga terjadi di
Sumatera Selatan, dua perempuan pengidap gangguan jiwa, Kus dan Mul, juga
menjadi korban kalapnya warga. Isu penculikan anak ini pun berbuah kematian
yang menimpa Maman Budiman (53), seorang kakek yang hendak menjenguk cucunya di
Desa Amawang Kabupaten Mempawah Kalimantan Barat. Kakek ini pun meregang nyawa
setelah dihakimi warga yang mengira bahwa ia adalah penculik anak karena
membawa karung.
Beberapa contoh kasus diatas mengindikasikan
bahwa berita hoax sudah sudah semakin marak dan banyak membawa pengaruh negatif
dalam kehidupan di masyarakat. Hal ini pun tentunya harus menjadi perhatian
khusus pemerintah untuk menangani tersebarnya isu-isu hoax. Data yang
dipaparkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebut ada sebanyak
800 ribu situs di Indonesia yang terindikasi sebagai penyebar berita palsu dan
ujaran kebencian (hate speech)[3]. Pemerintah pun telah melakukan
cara-cara untuk mengatasi kasus berita hoax ini dengan melakukan penapisan atau
penyaringan untuk situs, sedangkan untuk media sosial, pemerintah bekerja sama
dengan penyedia media sosial tersebut.
Penanganan kasus hoax tidak cukup hanya ditangani
oleh pemerintah saja, namun juga dapat dilakukan oleh lembaga pendidikan maupun
secara individual. Lembaga pendidikan dapat berperan dalam memberikan edukasi
mengenai ciri-ciri berita hoax dan bagamana cara menyikapi hal tersebut.
Sedangkan secara personal masyarakat juga dapat membantu dalam meminimalisir
tersebarnya berita hoax yakni dengan tidak mudah percaya dengan judul berita
provokatif yang berupa tuduhan pada pihak tertentu dengan plagiasi dari sebuah
akun resmi lalu diubah kembali, kemudian cermati alamat situs yang tidak resmi,
lalu periksa fakta apakah berita tersebut asli atau tidak.
Sebaiknya kita jangan membagi sebuah berita yang
belum diketahui kebenarannya, karena semakin banyaknya berita yang tersebar
dengan topik yang sama, maka masyarakat akan semakin percaya dengan berita
tersebut. Kemudian, masyarakat juga dapat berkontribusi dalam melaporkan berita
yang meresahkan. Dalam hal ini pemerintah sudah memfasiliasi dengan adanya
LAPOR! (Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Masyarakat) sehingga memudahkan
masyarakat dalam melakukan pelaporan.
Masyarakat juga harus berhati-hati dalam
menyebarkan suatu berita yang belum diketahui kebenarannya atau hoax, karena
saat ini sudah ada pasal 28 ayat 1 Undang-Undang ITE yang berisi setiap
orang yang dengan sengaja dan atau tanpa hak menyebarkan beritabohong dan menyesatkan, ancamannya bisa terkena pidana
maksimal enam tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar.
Semoga berita-berita bohong (HOAX) tidak lagi
ada, seiring dengan waktu dan masyarakat pun diharapkan berperan penting dalam
hal ini, ketika mendapatkan informasi yang belum tentu kebenarannya, sekiranya
janganlah di publikasikan, sehingga tidak menimbulkan hal-hal yang tidak kita
inginkan bersama.
Sumber:
[1] Litbang Kemendagri : http://litbang.kemendagri.go.id/penelitian-berita-hoax-pengaruhi-opini-pembaca/
No comments:
Post a Comment